Hanya kecil yang kita tahu dari pribadi orang lain
Seperti biasa, pagi itu Avan terbaring memainkan benda yang syukur masih bisa disebut laptop itu. Raganya memang memainkan keybord tak henti. Namun jiwanya sedang tergantung di akar tanaman rapuh yang kini menjadi satu-satu tempat ia bertopang atau ia akan jatuh ke jurang yang mungkin tak memiliki dasar itu.
Hari itu, akan ada kumpulan di sekolah yang dimulai pukul 16.00 WIB yang memaksa Avan harus meninggalkan kasur yang menemaninya dari pagi di hari ahad itu untuk bersiap-siap. Saat saja ia berjalan ke dapur, ibunya sedang menonton televisi. Ia teringat bahwa ia belum menyampaiakan kegiatan nanti sore.
Bu, nanti aku ada kumpulan di sekolah. Jam 4 sore.
Kumpulan apalagi?
Organisasi bu. Ohiya, boleh aku minta uang saku dan uang angkotnya sekarang?
Uang saku? Pakai uangmu dulu lah nak. Ibu takada uang.
Uangku yang manalagi bu? Kalau ibu tak ada uang apalagi aku?
Halah sudah sana, pakai uangmu dulu.
Bu, ibu selalu saja menganggap aku bank yang selalu punya uang. Aku bukan milyuner bu. Bekerja saja tidak bagaiman aku harus selalu punya uang.
Halah kamu disuruh bayar dulu paling sepuluh ribu aja seperti itu. Kalo minta aja sampai lupa diri. Hampir tiap waktu kamu minta apa-apa. Hah. Sudah sana, ibu pokoknya tak ada uang!
Siapa yang ibu bilang sampai lupa diri kalau minta uang?! Apa kalau aku minta juga ibu memberi? Aku ibarat hanya melaporkan. Tetap saja ibu tak kasih uang. Sekarang aku tanya, siapa yang kalau lihat orang lain baru saja punya rejeki matanya seperti air sungai keruh yang dipenuhi lumut kehijauan?!
Suasana seketika berubah menjadi hening.
Aku lelah bu. Ibu selalu memposisikan aku ditempat yang patut dihakimi, disalahkan, dihujat, dan kenapa tidak sekalian dibunuh. Sekarang bukankah aku sudah berusaha semampuku untuk tidak meminta uang pada ibu bila memang aku mampu?! Buku saja kalau memang aku punya uang ya aku beli sendiri kan? Lalu barang-barang seperti yang dimiliki anak-anak lain, apakah aku minta uang dari ibu? Walaupun uangku hanya cukup untuk membeli yang rendahan, tapi paling tidak aku berusaha agar aku tidak minta ibu kan? Apa ibu pikir aku tidak iri melihat anak-anak lain? Kalau memang kita bukan orang mampu, kenapa ibu hidup seakan orang mampu? Membuat orang lain bahkan aku yang anak ibu sendiri salah tangkap. Aku benar-benar lelah bu. Apa ibu tahu aku sering berhutang pada teman-temanku yang lebih peduli padaku? Apa ibu tahu?! Aku berusaha menyembunyikannya karena aku tahu bila ibu mengerti hal ini ibu akan marah. Tapi kalau itu tidak kulakukan, bagaimana aku harus membayar ini itu, jika ibu setiap aku mintai uang selalu seperti itu, dan ibu juga tidak mengerti. Aku capek bu. Assalamualaikum...
Seketika Avan terjatuh dan matanya tertutup. Ibunya yang hampir saja menitikkan air mata langsung berusaha membopong badannya. Deg. Ibunya sontak terkejut saat tahu badan anaknya yang baru saja mengatakan semua yang selama ini tidak ia sadari terbujur sedingin freezer pada lemari pendingin. Seketika aroma harum bunga semerbak di dapur kecil itu. Dan dari luar, sayup terdengar suara tangi ibu Avan.
Leave a Comment