Mereka Mendapatkannya Lebih Awal 12 Tahun!

Kisah medali pertama Indonesia pada Olimpiade kembali menggaung setelah diangkat menjadi film biopik olahraga pertama 3 Srikandi yang dibintang Chelsea Islan, Bunga Citra Lestari, Tara Basro dan Reza Rahadian. Kisah mengharukan ketiga pahlawan Indonesia yang berhasil mengibarkan bendera merah putih untuk pertama kalinya di ajang olimpiade tersebut  mulai dikenal oleh generasi saat ini, untuk kembali memantikkan semangat atlet-atlet baru dan muda Indonesia mempertahankan tradisi medali Olimpiade, di cabang apa saja, tidak semata-mata bulu tangkis atau angkat berat.

Tapi, tahukah kamu, ada fakta mengejutkan yang telah didapat Indonesia jauh sebelum itu. Mari kita mundur 12 tahun dari Olimpiade Seoul 1988 di Korea Selatan, tempat 3 Srikandi mendapatkan medali pertama Indonesia.


Olimpiade Montreal 1976 begitu terkenal dengan kasus boikot besar-besaran pertama dalam sejarah Olimpiade, yaitu ketika Kongo memimpin boikot dan diikuti negara-negara lain yang sebagian besar adalah negara Afrika. Olimpiade Montreal 1976 juga menjadi  pra kisah 3 Srikandi karena dalam olimpiade ini Donald Pandiangan yang menjadi pelatih 3 Srikandi berkompetisi untuk pertama kalinya dalam nomor Tunggal Putra. Ia berhasil menyelesaikan round 1 dan 2 dengan total score 2353 dan berada di peringkat 19. 

Selain Donald Pandiangan, Leane Suniar turun di nomor Panahan Tunggal Putri dan berhasil menyelesaikan 2 ronde dengan nilai yang fantastis, yaitu 2352 dan membawanya berada di peringkat 9, mengungguli pemanah Italia, Swedia, Perancis dan negara unggulan lainnya. Bahkan pada ronde kedua Leane berhasil berada di peringkat keempat, di bawah pemanah Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Kanada.

Selain 2 atlet di cabang panahan, saat itu Indonesia mengirimkan 5 atlet, sehingga total ada 7 atlet yang diberangkatkan ke Montreal saat itu. Sayangya, tidak satupun dari mereka berhasil mendapatkan medali. 


Setelah penyelenggaraan Olimpiade, digelar sebuah Kompetisi multi-event Olahraga tingkat Internasional pelengkap Olimpiade khusus bagi atlet disabilitas, yaitu Paralimpiade. Kota tuan rumah Olimpiade merangkap menjadi tuan rumah Olimpiade mulai tahun 1988. Sedangkan pada 1976, Olimpiade digelar di Montreal sementara Paralimpiade digelar di Toronto. Dan edisi ini merupakan kali pertama KONI Indonesia mengirimkan delegasi atlet penyandang cacat dalam Paralimpiade. Atlet yang dikirmkan saat itu untuk berlaga antara lain:
  1. Arlen R. S. (Atletik)
  2. Ashari (Atletik)
  3. Itria Dini (Atletik)
  4. Saneng Hanafi (Atletik)
  5. Bambang Irawan (Atletik, Lawn Bowls)
  6. Mulyadi (Atletik, Lawn Bowls)
  7. Osdi Parapat (Atletik, Lawn Bowls)
  8. Osoi Parapat (Atletik)
  9. Sueito (Atletik, Tenis Meja)
  10. Suheri (Panahan, Atletik, Tenis Meja)
  11. Sigit Supadi (Atletik, Tenis Meja)
  12. Syariffudin (Atletik, Lawn Bowls)

Parade Defile Atlet saat pembukaan Paralimpiade Toronto 1976

Kala itu semua yang diikutkan adalah atlet Putra dan beberapa dari mereka bertanding di lebih dari satu cabang olahraga. Dan tahukah kalian, bahwa secara total Indonesia menyabet 2 emas 1 Perak dan 4 Perunggu, dan menduduki peringkat 26 klasemen medali Paralimpiade Toronto 1976, tepat dibawah Italia dan mengungguli Korea Selatan, Brazil, dan Yunani.


2 orang atlet yang berjasa kala itu adalah ITRIA DINI yang mendapatkan emas di cabang Atletik nomor Lempar Lembing Sasaran Kategori Disabilitas F (Cidera Tulang Belakang) yang meraih poin 37, mengungguli peraih perak Veikko Suokas dengan skor 30 asal Finlandia dan perunggu Abedo dari Mesir dengan skor 28. Satu lagi emas untuk Indonesia kala itu datang dari cabang Lawn Bowls (Bowling Lapangan) yaitu SYARIFFUDIN yang berhasil meraih emas di nomor Lawn Bowls Tunggul Putra Kategori Disabilitas E setelah mengalahkan atlet Jepang Hitoshi Kasai dengan skore 2-0.

Tentunya suatu kebanggaan karena ada atlet Indonesia yang dikalungkan medali sekaligus Lagu Indonesia Raya dapat digemakan 2 kali kota Toronto pada tahun 1976, 12 tahun sebelum atlet Olimpiade Indonesia meraih medali pertama, dan 14 tahun sebelum Indonesia Raya dinyanyikan di Olimpiade Barcelona 1992. Mereka yang datang dari kaum disabilitas, justru lebih dulu membawa nama Indonesia ke kancah Internasional, meskipun sekarang sejarahnya tidak se-dikenal atlet-atlet peraih medali Olimpiade.

Raihan emas masih bisa bertahan pada Paralimpiade Arnhem 1980 ketika Indonesia meraih 2 emas dari Yan Subiyanto di Lawn Bowls Tunggal Putra Kategori Disabilitas E, dan Arlen R. S. yang sebelumnya juga berpartisipasi di Paralimpiade Toronto 1976, dan pada 1980 berhasil meraih emas di cabang Angkat Berat Putra -57kg Amputasi. Indonesia masih bertahan mendapatkan medali saat Paralimpiade New York 1984, yaitu 1 perak dan 1 perunggu dari cabang Lawn Bowls, dimana Ninik Umardiyanti, berhasil menjadi medalist perak setelah lolos ke Final Lawn Bowls Tunggal Putri A2/4. Sementara perunggu digongol oleh Kurnianto dan Lesmana Memed pada Lawn Bowls Putra Berpasangan A6/8

Sementara Paralimpiade Seoul 1988, yang digelar setelah Olimpiade Seould 1988 dimana Indonesia mendapatkan 1 perak, dalam Paralimpiade ini Indonesia berhasil mendapatkan 2 medali perak dari cabang atletik. Adalah Hadi Abdulaziz dari Atletik Lompat Tinggi Putra B1 yang berhasil hingga lompatan 1.49m, dan Soeparni, yang berhasil melempar peluru hingga 13.21m pada Atletik Tolak Peluru Putra A4/9.

David Jacobs, peraih perunggu Paralimpiade London 2012

Dan tradisi medali tersebut terhenti hingga Paralimpiade Beijing 2008, sebelum akhirnya David Jacobs meraih medali Perunggu di cabang Tenis Meja Tunggal Putra Kategori Disabilitas 10 setelah mengalahkan unggulan 1 Jose Manuel dari Spanyol di Bronze Match pada Paralimpiade London 2012.


Lalu, bagaimana dengan Paralimpiade Rio 2016? Akankah Indonesia menjaga tradisi medali yang kembali hidup setelah mati suri dalam 14 tahun? Semoga saja 9 atlet indonesia yang akan berlaga dalam 4 cabang olahraga pada Paralimpiade Rio 2016 7-18 September 2016 besok diberikan yang terbaik! Aamiin..

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.