Hari Baru Siklus Masehi


Tulisan ini ditulis membersamai hujan yang sangat amat deras. Untungnya Kali Blorong--yang berjarak kurang lebih hanya setengah kilometer dari tempat saya duduk menulis tulisan ini--baru saja dikeruk agar volume air yang dapat ditampung lebih besar, tidak terganggu sedimentasi yang mengurangi daya tampung, sehingga tidak membuat air sungai meluap dan luber ke daerah sekitar. Tulisan ini juga ditulis tepat di penghujung siang hari pertama di tahun 2020 masehi, di mana sepanjang hari yang belum selesai ini lebih banyak kuhabiskan di luar rumah, bersama teman-teman--tentu saja teman-teman SMA yang gemar sekali main. Kami sudah merencanakan ini jauh-jauh, tentang bagaimana kita akan menghabiskan malam 31 Desember dan dini hari 1 Januari. Meskipun yang bertemu ya itu-itu saja, saya dan mereka terlihat begitu menikmatinya. 

Seperti susunan acara ketika kumpul sebelum-sebelumnya, tertulis di otak dan keyakinan untuk memulai jemput-menjemput personel selepas Sholat Isya--kami gemar main sampai dini hari tetapi kami tetap memegang tiang agama. Dan seperti juga dugaan yang sudah tersiapkan di otak dan alam bawah sadar, kami baru benar-benar bertemu jam sembilan malam. Pada malam-malam sebelumnya kami bermain uno. Pun malam ini sebenarnya kami sudah membayangkan serunya bermain uno. Tapi, ternyata satu-satunya pemilik uno membawa kabar buruk bahwa uno itu dibawa adiknya. Ah, sial. Permianan uno yang membuat kami sampai jam 2 pagi ribut di rumah salah satu Pak RT di Jetis itu tidak bisa kita mainkan malam ini. Kami sudah coba ke swalayan terbesar di Kendal yang juga sebenarnya kecil dibandingkan retail di kota-kota besar. Hasilnya mengejutkan. Bahkan mbak-mbak pegawai kasir yang kami tanyai ketersediaan uno justru bertanya balik apa itu mainan uno. Kami menebar maklum sepanjang jalan dari kasir sampai mobil yang sebenarnya dipenuhi kekecawaan. Kami sudah giat mencoba lagi di swalayan waralaba baru yang lumayan memutar arah perjalanan menuju rumah teman kami. Hasilnya, kami sampai sana pukul 9 malam lebih sekian menit, dan toko itu tutup jam 9. Kami masuk, tapi disambut dengan tidak cukup hangat oleh petugas kasir di dalam--yang mungkin niatnya mengusir--dengan mengatakan bahwa toko sudah tutup sehingga kami belum sempat tahu sebenarnya apakah ada uno atau tidak.

Susunan acara lain yang dipersiapkan adalah: bakar-membakar bahan makanan seperti orang-orang lain ketika menghadapi pergantian tahun. Tapi hal itu juga tidak mungkin dilakukan karena: 1) Alat bakaran yang harusnya saya bawa tidak saya siapkan sehingga ketika teman-teman sampai di rumah menjemput saya, saya langsung masuk mobil dan terlalu malas menyiapkannya buruburu, serta 2) Kami tidak menyiapkan bahan-bahan yang hendak dibakar selain emosi dan amarah. Maka, dengan berbesar hati, ditemani beberapa camilan yang dibawa beberapa dari kami, perkumpulan malam hari kemarin kami awali dengan bermain kartu poker. Kuno. Sangat amat 'hari kemarin'. 

Semakin malam, saya semakin menyadari kebenaran akan sebuah hal: makna sebuah perjalanan tidak bisa diambil dengan bagaimana kita mengawalinya. Pertemuan dengan mereka selalu menjadi perjalanan yang saya tunggu setiap saya pulang kampung ke Kendal. Seberarti itu. Maka semakin malam kami semakin menikmati permainan poker jenis dobolan yang--gila, saya kira ini benar-benar di luar dugaan saya yang terlalu underestimating permainan ini--seru sekali! Semakin brutal. Foto yang saya lampirkan dalam tulisan ini perlu dibahas. Jadi, kami berkumpul di rumah teman yang  sedang tinggal sendiri di rumahnya untuk waktu yang cukup lama. Malas sekali rasanya menggerakkan pandangan ketika diminta mengambil teko. Jadi, hal pertama yang tertangkap pandangan sebagai pengganti teko langsung saya ambil: teko blender. Sama-sama teko, bukan? Bisa untuk mewadahi air bukan? Lawakan yang muncul adalah sebuah kalimat "ayo kita minum jus air putih." Recehan sekali tapi kami juga tertawa geli.

Kumpul kami semalam sebenarnya tidak berbeda dengan kumpul-kumpul kami sebelumnya di liburan kali ini karena sebelumnya kami sudah kumpul berulangkali menghabiskan malam sampai dini hari. Sehingga agar lebih berebeda karena momentum tahun baru, kami berpikir harus membuat sesuatu untuk dimasak. Setelah melewati musyawarah dan mufakat sekenanya, maka diperoleh untuk segera membeli bahan-bahan makanan berupa: spageti instan dan saosnya. Serta nugget sisa yang sudah membeku seperti es batu. Sampai tidak sadar, hari sudah berganti begitu saja. Benar-benar begitu saja. Tiba-tiba ada suara ledakan kembang api. Dan sudah, begitu saja. Kami melanjutkan permainan kartu dengan sisa-sisa tenaga, kemudian mengakhirinya. Teman-teman perempuan diantar pulang, dan yang laki-laki menginap di rumah salah satu teman saya. 

Kadang saya berpikir, apakah ini karena saya, atau karena dunia. Apakah ini pola pikir saya, atau aturan lumrah dunia. Apakah rendahnya antusiasme terhadap pergantian tahun ini terjadi karena saya yang memang sudah mulai membenci hal-hal prosesional atau memang ini yang sedang terjadi di dunia: banyak hal lain yang lebih renyah diperbincangkan ketimbang pergantian tahun. Tapi, sepertinya ini semua karena saya. Sebab laman berita masih menggunakan pergantian tahun di headline berita mereka. Orang-orang masih pusing-pusing memikirkan resolusi setahun ke depan, membagikan momen-momen berarti di tahun sebelumnya--yang rencananya juga saya lakukan tapi malas sekali, sobat--ke media sosial. Pemerintah daerah masih menyelenggarakan peringatan di alun-alun. Dan sebagainya. Dunia tidak berubah. Pergantian tahun tetap berarti bagi dunia. 

Maka topik pegantian tahun saya akhiri di sini. Sebab cerita selanjutnya adalah saya Sholat Subuh dan kemudian tidur lagi. Sampai pukul 7 pagi saya bangun dan sadar kunci rumah saya bawa semalam, maka saya pulang meminjam motor teman untuk menaruh kunci rumah dan kembali ke rumah teman lagi. Efektivitas sudah asing bagi kaum remaja di lingkaran ini sejak dahulu. Kemudian saya tidur lagi, sampai zuhur. Kemudian, bersama teman, saya ke stadion untuk belajar menyetir mobil manual. Tentu saja saya menjadi pihak yang diajari. Katrok sekali karena ini kali pertama saya memegang setir dengan mobil menyala. Maka alhasil hari pertama di tahun ini saya rayakan dengan kaki pegal-pegal karena bermain pedal kopling selama 2 jam. 

Sepulangnya, saya bermain bersama keponakan, membuat jajan dari ketela yang digulir-gulirkan membentuk bola-bola kecil menggunakan tangan. Maka sempurnalah kepegalan di kaki dan tangan ini. Sampai kemudian saya meregangkannya dengan duduk di meja belajar mengerjakan tulisan ini. Sungguh, selebihnya sama saja. Hari ini benar-benar sama saja, dengan hari-hari kemarin. Maka saya berpikiran untuk menulis tulisan ini saja alih-alih membuat rekapitulasi pengalaman sepanjang 2019 atau daftar panjang resolusi yang hendak dicapai tahun depan. Saya memilih untuk membiarkan keduanya tersimpan di kepala, entah sampai kapan. 


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.