Pizza Tempo Waktu


Padahal, saya sudah membereskan kasur, mematikan dan merapikan laptop, dan melaksanakan berbagai persiapan lainnya dengan harapan sekarang ini sudah belajar dengan khidmat pada tulisan-tulisan materi di modul. Tapi, ada saja alibi dan tipu muslihat. Beberapa saat yang lalu saya malah kepikiran menulis di sini. Iya, memang sudah agak lama tapi bukankah ini namanya tidak bersungguh-sunggu dalam belajar?

Tapi sepertinya bukan. Bagaimana saya tahu bersungguh-sungguh atau tidak, sedangkan dimulai saja belum. Bagaimana kita tahu ini sebuah relasi yang benar-benar atau tidak, sedangkan dimulai saja belum. Apa yang kau bicarakan, budak.

Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan teman kecil di rumahnya. Saya dihidangkan oleh ibu-ibu baik hati yang piawai berbahasa Jawa sepotong Pizza dan beberapa makanan lain. Sepertinya makanan-makanan itu menganggur tidak lama di piring, sebab tidak sampai satu jam sudah harus saling mendorong di liang kerongkonan saya. Haha. Yang saya lakukan di rumah teman saya itu, adalah belajar bersama. Katanya, dia mau banyak belajar materi Matematika dan IPA di sekolahnya, sementara saya bisa banyak belajar dari hidupnya. Banyak sekali. 

Setiap waktu kepulangan dari rumah teman saya itu, bisa jadi salah satu momen rutin terbaik dalam hidup saya. Pandangan saya dimanjakan dengan hal-hal menenangkan yang tidak saya tangkap saat saya di kamar kos. Jelas sekali. Mobil dan motor yang salip-menyalip, kemarahan, emosi, asap hitam yang pekat, air hujan yang sudah jatuh menubruk tanah kemudian dilempar-lemparkan oleh gesekan ban motor yang ngebut. Ini adalah filler terbaik dalam hidup saya. Iya, filler, seperti di film-film. Mungkin semua penikmat film akan sadar, bahwa pada beberapa bagian dari film yang sedang ditonton, ada gambar-gambar yang biasanya pemandangan, panorama, gambaran situasi atau potongan-potongan video sinematik yang tujuannya jadi tempat kita mencerna alur film ini. Bagian-bagian ini sangat penting di dalam film karena akan memberi waktu bagi penonton untuk memikirkan kembali, apa yang film ini sebenarnya mau. Tidak ada cerita, dialog, emosi atau konflik dalam potongan video semacam ini. Murni hanya pemandangan yang bisa kita nikmati dengan kepala mulai mengendur, perlahan memahami cerita filmnya.

Pun begitu kehidupan ini, saudara. Ada waktunya kita butuh filler untuk menjeda antar ketegangan yang terjadi. Sebab kalau selesainya satu masalah langsung gayung bersambut maslaah selanjutnya, mau jadi kekmana kau punya hidup itu, bujang? Jadi, mungkin sekarang saya akan lebih banyak cari filler untuk hidup saya ini. Biasanya saya jalan mencari makan malam di trotoar, namun sudah lama sekali tidak. Jadi mungkin ini sebabnya kenapa konflik dan emosi berjejal memenuhi pintu selamat datang: saya lupa untuk cari filler. Tapi, juga lantas jangan membuat hidup ini hanya berisi filler yang indah-indah, menenangkan dan segala macam damai itu. Sebaba kalau film hanya berisi filler di seluruh bagiannya, produser dan sutradara film itu akan banyak menerima kritik negatif dari kritikus. Filmnya tidak akan laku di pasar komersil. Keburukannya akan dikenang sepanjang masa sebagai film kelas rendahan yang tidak punya plot.

Dan rasanya, filler saya sore ini juga cukup. Setelah hampir dua jam ditemani hujan deras di emperan rumah orang semalam, saya hari cari-cari alasan kalau bilang kurang filler

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.