[Review] Beberapa Hari Tinggal di Ssangmun-dong

Karantina yang sudah berjalan hampir dua bulan ini memberikan banyak pengalaman sinematik yang baru dan menyenangkan. Banyak filmmaker yang memutuskan merilis film-film pendek lama kelas festival mereka ke Youtube. Karantina menciptakan beranda youtube yang mirip papan now-showing festival. Saya juga memutuskan berlangganan beberapa aplikasi video on-demand yang ramah indiehome, alias apa saja selain Netflix. Dari aplikasi-aplikasi ini, saya mencoba berjalan-jalan dalam jenis sinema serial. Mumpung musim karantina dan ada lebih banyak waktu. Maka saya menemukan serial lokal yang menakjubkan berjudul 'Tunnel', dan juga 'Saiyo Sakato' di Goplay. Keduanya cukup menjanjikan sebagai sebuah produk lokal, meskipun Tunnel merupakan adaptasi serial Korea Selatan. 'Tunnel' dan 'Saiyo Sakato' adalah dua tontonan otentik yang lekat dengan caranya masing-masing. Namun, kali ini saya akan membicarakan sesuatu dari negara lain, Korea Selatan: Reply 1988 (2015), yang saya temukan di Vidio.


Poster Reply 1988 menunjukkan ensambel karakter yang ramai dan hangat. Kesan yang dimunculkan senada dengan poster film 'Bebas' (2019) dari Miles Films yang diadaptasi dari film hit Korea 'Sunny' (2011)--iya juga ya, ternyata hubungan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan sudah sehangat ini dalam industri sinema. Reply 1988 ternyata film ketiga dari sebuah seri drama Reply, karya sutradara Shin Won-Ho, nama korea selanjutnya bersama Lee Woo-Jung yang mungkin akan banyak menyisakan pelajaran bagi saya setelah Bong Joon-Ho. Pada Baeksang Arts Award 2016 (Festival Film Indonesia-nya Korea), Shin Won-Ho akhirnya memenangkan Sutradara Terbaik berkat Reply 1988. Selain Won-Ho, Lee Woo-Jung di bangku penulis skenario juga menakjubkan, meskipun tiga seri Reply hanya membawanya sampai nominasi di Baeksang. Won-Ho dan Woo-jung adalah kombinasi yang terus tumbuh dan telah benar-benar matang saat melahirkan Reply 1988.

Memilih Olimpiade Seoul 1988 adalah pemikiran cerdas dan otentik. Sedikit cerita, saya telah menonton film 3 Srikandi (2016) yang menceritakan peraih medali olimpiade pertama dalam sejarah Indonesia pada Olimpiade Seoul 1988. Iya, kejadian yang sama. Saat itu, ada beberapa adegan yang diambil di pusat perkotaan Seoul yang ramai dan penuh warna, yang menurut saya kurang representatif untuk tahun 1988. Apalagi setelah hampir sepanjang film, dan bagian saat pertandingan penting Olimpiade, tatanan gambar memiliki saturasi yang rendah (mengarah pada hitam putih). Saya pikir, penata artistik 3 Srikandi hanya malas menciptakan set yang lebih tepat untuk tahun 1988. Namun, setelah menonton Reply 1988, saya pikir tak ada yang salah dengan penata artistik 3 Srikandi. Seoul di tahun 1988 adalah kota yang telah mengenal banyak warna. Paling tidak itu yang ditunjukkan Reply 1988. Bahkan di bagian perkenalan karakter, sempat disebutkan warna pakaian karakter utama yaitu magenta mencolok. Kesan nostalgia dan tempo waktu dalam Reply 1988 tidak dibangun lewat tingkat saturasi.

Tata artistik Reply 1988 bukan main. Begitu film dimulai, saya langsung menyadari gang yang diceritkan di daerah Ssangmun-dong ini adalah sebuah set yang dibangun--yang membuat saya jadi teringat sinetron Bajaj Bajuri. Kelebihan dari membangun set secara khusus adalah, sutradara dan penata sinematografi bisa menyiapkan titik-titik pengambilan gambar yang lebih nyaman dan tepat, dibanding bila harus menyesuaikan medan yang sudah ada. Yang unik, semakin lama menonton Reply 1988, set yang dibangun ini semakin tidak terasa sintetis, dan justru terasa semakin nyata bagi mata. Shin Won-Ho benar-benar menunjukkan penyutradaan berkelas bahkan dalam pemanfaatan set. Pada episode-episode akhir ketika tahun latar belakang mulai bergerak meninggalkan 1988-1989 menuju dekade 1990-an, peletakan sudut pandang kamera untuk pengambilan gambar banyak dirubah, digeser pada titik-titik yang sebelumnya belum pernah digunakan. Terutama pada jarak semi-panorama. Misalnya sisi gang di dekat toko perhiasan. Hal ini memberikan pergeseran emosi kepada penonton untuk mulai meninggalkan semua yang sudah terjadi di episode sebelumnya, dan menerima kondisi bahwa waktu sudah berjalan. Teknik yang cukup jarang ditemui dalam serial, terutama sinetron televisi Indonesia hehe. Menuju epsiode akhir, semakin banyak juga penggunan kamera handheld yang jarang diterapkan di paruh awal--kecuali long-take dari gang menuju dapur Doek-Sun menggunakan drone dengan eye-level yang mengagetkan. Goyangan kamera menjadi sesuatu yang mendukung kebimbangan pada paruh sepertiga serial akhir.

Dari sektor skenario, Reply 1988 sangat cerdik dalam mempermaikan pentonton. Reply 1988 mencitpakan dualisme keyakinan tanpa satu diantaranya sebagai pihak yang salah--yang biasanya dipegang karakter antagonis. Alur maju mundur terjalin dengan tepat dan nyaman, membuat penonton tertarik untuk selalu memperhatikan hal-hal minor di dalam plot yang tidak langsung dijelaskan. Penonton dibuat untuk terkejut namun dalam keadaan siap. Selain itu, Reply 1988 juga berpegang pada satu benang besar yang membawa kejutan utama--seperti pada seri Reply sebelumnya--dalam hal menebak suami tokoh wanita utama. Teknik melepaskan untaian benang paling besar ini mirip dengan yang digunaan Edwin dalam 'Aruna dan Lidahnya' (2018). Penonton dipaksa untuk memegang dugaan atau hipotesis, namun dilimpahkan dengan banyak ragu-ragu sampai kepastian itu datang sendiri. Paling tidak itu yang saya tangkap. Durasi 1,5 jam di setiap episode sangat cukup bagi Reply 1988 untuk menciptakan banyak intrik, baik yang muncul dan selesai dalam episode yang sama, atau dibiarkan reda namun berlanjut di episode selanjutnya. Meskipun ada beberapa konsistensi kondisi yang melemah begitu terjadi ledakan--seperti No-Eul yang sudah tidak lagi sering menjemput ayahnya setelah kejadian besar di keluarga Doek-Soen, saya belum menemukan plothole dalam Reply 1988. Komedi semi-sureal yang dihadirkan juga masih dalam rentang logika yang bisa diterima. Sayangnya, film ini menuju akhir justru menguraikan terlalu banyak hal baru yang terasa mentah--mungkin karena tidak dibangun situasinya dari jauh-jauh episode. Bahkan beberapa hanya membesit dan memiliki penyelesaian dengan makna yang timpang dibanding kekuatan intrik ysng telah selesai sebelum-sebelumnya.

Dalam barisan pemeran, Hyeri tampil cemerlang dan berhasil merengsek ke dalam memori penonton mengenai Doek-Sun, paling tidak sampai episode akhir. Ryu Jun-Yeol juga berhasil menciptakan karakter paling butuh yang menolak empati. Juga Lee Dong-Hwi yang tak kebagian porsi dalam benang merah utama, namun berhasil menjadi karakter terpercaya yang ketiadaannya akan membuat serial ini terasa ganjil. Begitu juga tokoh lainnya dan hampir semua pemeran pendukung yang punya poin penting. Dibanding film, serial punya waktu lebih banyak untuk mematenkan karakter, daripada film yang hanya sebatas satu sampai dua jam. Melalui Reply 1988, Ra Mi-Ran berhasil mendapat nominasi aktris terbaik dalam Beksang. Mi-Ran berhasil membawakan rentang gestur dan perasaan yang lebih beragam dibanding yang lain--selain Hyeri--dalam serial ini. Meskipun paling cakep tetep tante Il-Hwa hehee. Di luar itu semua, ensambel pemeran dalam Reply 1988 gila-gilaan. Tak ada yang rasanya hadir dipaksakan, atau sia-sia, atau terlalu mendominasi, atau kekurangan porsi, atau lainnya. Shin Won-Ho sepertinya memang gemar dan telah menjadi piawai bermain ensambel dengan jumlah lingkaran pemeran utama yang ramai. 

Desain produksi Reply 1988 sepertinya juga diisi oleh tim yang tidak main-main. Bila anda perhatikan, kemunculan judul setiap episode selalu menggunakan konsep yang konsisten dalam bentuk aplikasi yang beragam dan tidak cari aman. Hal sederhana yang cukup menyentuh bagi penonton, seperti yang ditampilkan pada pengenalan tim produksi di awal film 'Eiffel Im In Love' (2003). Efek khusus berjalan mulus pada setiap bagian ini, meskipun agak terasa mengganggu setiap kali adegan menggunakan mobil di Jalan Raya. Mungkin tim ini kesulitan meniadakan jalan raya Korea tahun 2015 yang pasti hiruk pikuk--padahal saya belum pernah ke sana--dari kamera dan memilih menggunakan CGI.

Sisi penyuntingan bekerja optimal, meskipun ada beberapa transisi yang terasa terlalu memaksa berhenti jalannya emosi. Terlalu banyak fade out menghitam berbarengan dengan hilangnya skoring musik. Pada beberapa bagian, ini cukup mengganggu perhatian. Namun, secara keseluruhan, penataan gambar Reply 1988 sangat apik dan nyaman dilihat. Skoring musik serial ini cukup gila-gilaan dan bekerja dengan performa baik untuk membangun situasi. Begitu juga tata suara yang rapi dan pada tempatnya, termasuk efek suara kambing yang telah terbangun menjadi  trademark bagi Reply 1988.

Mungkin terakhir, yang membuat Reply 1988 istimewa, serial ini diciptakan dari konflik multi-layer yang semuanya dekat dengan masyarakat, namun sekarang terasa jauh. Kisah asmara yang berputar dalam satu gang adalah sesuatu yang jarang ditemui sekarang, namun kerap diceritakan sebagai cerita zaman dahulu. Reply 1988 mengkombinasikan intrik dan nostalgia secara konsisten--meskipun sangat disayangkan, Vidio membuat semua iklan di TV dan produk dalam film ini blur. Kehadiran iklan, produk, ornamen, dan kejadian-kejadian di masa lalu dalam Reply 1988 juga saya rakin menghadirkan nuansa nostalgia yang sakral bagi warga Seoul secara khusus dan Korea pada umumnya. Sebenarnya, konten nostalgia semacam juga sedang dibawa Melankolia Generasi 90an (2020) yang diangkat Visinema Pictures tahun ini, namun gagal tayang sesuai jadwal terkait pandemi. Shin Won-Ho kemudian mengakhiri serial ini dengan adegan identik tapi tak sama dengan pembukanya. Konsep yang konsisten setelah hampir semua tanda tanya minor di sepanjang episode dijawab dengan pergerakan waktu mundur dan menunjukkan apa yang terjadi secara eksplisit. 

Reply 1988 membawa pesan mengenai hubungan internal keluarga serupa Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020) atau Keluarga Cemara (2019), dan hubungan antarkeluarga seperti Love For Sale 2 (2019). Meskipun cukup ngos-ngosan karena ada 20 episode dan masing-masing berdurasi 1,5 sampai 2 jam, tapi kapan lagi kita akan mendapatkan kenikmatan dan pesan yang komprehensif tentang kehidupan lewat satu buah gang bernama Ssangmun-dong?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.