Bulan Purnama Oranye

Malam di mana tulisan ini dibuat, bulan sangat bulat, tegas dan jelas. Warnanya oranye kemerahan. Saya pikir ini yang disebut fenomena fullmoon. Tapi setelah sedikit berselancar di mesin pencari, ternyata ini adalah fenomena Bulan Guntur Penuh menurut Lapan (Kompas.com). Saya pikir, kasihan sekali warna oranye kemerahan, sebab selama ini, warna itu adalah manifestasi dari amarah--paling tidak dalam pemahaman saya pribadi (yang terlalu banyak mengulang-ulang menonton kartun Avatar). Saat ini, salah satu kesibukan yang saya tengah lakukan adalah memahami proses sebuah amarah bisa muncul ke permukaan ekspresi manusia. Tidak ada alasan spesifik, selain ketidaknyamanan. Namun butuh proses yang panjang untuk menemukan cara-cara membuat kedua pihak--dalam kasus ini tentu saja saya dan si amarah--sama-sama nyaman. Yang saya pikirkan sebelumnya adalah mengalahkannya, sehingga eksistensinya paling tidak dalam diri saya sendiri bergerak menuju kepunahan. Tapi umm, rasanya tidak adil dan tidak menyelesaikan saya. Yang pertama, membumihanguskan amarah hanya perspektif pribadi dalam mencapai kenyamanan sendiri, bukan untuk kedua pihak seperti yang sudah disampaikan sebelumnya. Yang kedua, kita hanya bisa mengendalikan eksistensi amarah di dalam diri kita sendiri--yang mana itupun memiliki tingkat kesulitan hampir tidak tergapai, dan tetap saja, ekosistem tempat kita tinggal yang tentunya ada banyak individu di sana, masih menggandeng amarah mereka masing-masing. Maka kembali lagi, ini adalah proses yang panjang. Mengenalnya dengan baik adalah bagian awal yang kerap dilewatkan. Saat ini, saya sedang belajar di fase ini. Mengenal setiap amarah yang muncul dari dalam diri saya sendiri, atau amarah tetangga (dalam konteks ruang kehidupan pribadi) yang kebetulan lewat dalam kehidupan saya. Menyenangkan. Kita akan mengajak setiap bagian otak berpikir sungguh-sungguh dan hati-hati. Berkenalan dengan amarah bukan hal yang mudah (meskipun pada dasarnya berkenalan dengan siapa dan apa saja bukanlah hal yang mudah, sebab jikalau itu tak sulit, kamu sudah duduk bersamaku di salah satu malam lainnya di tahun ini*). Yang pasti, ketika ada amarah yang diamanatkan tetangga untuk datang bertamu, saya harus memastikan yang membukakan pintu rumah bukanlah sesama amarah.

*mungkin

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.