Awan yang Berbentuk Aneh


Dua hari terakhir saya melakukan perjalanan ke sebuah kecamatan yang penuh oleh transmigran. Porsi penduduk transmigran jauh lebih besar daripada penduduk asli. Bahasa daerah asal para transmigran lebih banyak diucapkan daripada bahasa daerah asli yang saya sampai saat ini tak lancar-lancar. Tapi sepertinya komunikasi bukan sesempit lancar atau tak lancar, tapi lebih luas pada hakekatnya: sampai atau tak sampai. Siapa saja bisa berkomunikasi hingga sampai apa maksudnya, pada apa saja, di mana saja, tak terkungkung apa yang disebut bahasa. Membicarakan bahasa tak pernah ada buntutnya selain pusing tujuh keliling. 

Saat tulisan ini ditulis, saya sudah dua kali makan. Padahal biasanya saya belum makan. Dengan konsep dan definisi makan adalah seporsi nasi dengan lauk dan/atau sejumput sayur. Mungkin karena sarapan, saya jadi lebih cepat lapar di siang harinya. Agak tidak masuk akal, tapi ini logis untuk saya yang cukup nakal dalam mengatur jam dan porsi makan. Saya merasa berhak-berhak saja tidak makan hingga lewat empat atau lima jam makan, tapi saya juga merasa berhak-berhak saja makan empat hingga lima kali sehari. Outputnya tentu saja tubuh yang tidak bugar, dengan otot-otot yang lemah, lemak di mana-mana, dan postur yang tidak proporsional. Tapi seseorang bilang hal ini bukan masalah. Memang. Jelas sekali. Ini bukan masalah, ini gembrot namanya. Dan sekali lagi, ini bukan masalah.

Tulisan ini kemudian saya tulis sambil meraba-raba perut gembrot itu, sambil menatap bentuk awan yang aneh di luar jendela mushola, yang bergeser seperti terbawa angin. Saya tidak tahu apakah awan itu benar-benar bergerak karena tertiup angin, atau sebenarnya diam saja namun bumi yang berotasi membuat perspektif penghuninya melihat benda langit seperti bergerak, serupa kita melihat pepohonan yang bergerak mundur lewat jendela mobil. Tapi saat bumi berotasi, apakah benda di atmosfer tak turut juga? Yang pasti, awan yang berbentuk aneh itu bukan tidak mungkin seperti saya nasibnya. Tak bisa menentukan arah pergeseran. Kami hanya menunggu hembusan takdir yang cukup kuat mendorong kami dari tempat kami berada saat ini.

Begitulah, awan yang berbentuk aneh. Tugas kita cukup berpasrah saja.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.