Serambi Masjid Agung


Ini adalah tulisan pertama yang saya tulis di Pulau Kalimantan. Jangan tegang dan khawatir, sebab saya sudah berdiam di sini selama setengah bulan. Butuh waktu selama itu sampai saya akhirnya tergerak untukkembalimenulis. Padahal, banyak sekali hal baru yang saya temui untuk pertama kalinya: Sungai Barito, rumah panggung dalam jumlah banyak, kapal dan perahu dalam jumlah besar, rambu-rambu lali lintas sungai, tongkang batubara yang lalu lalang setiap saat, langit cerah dengan batas pandangan yang luas setiap harinya, dan kenyataan tentang sebuah jarak yang jauh sekali. Bahkan foto pemanis kali ini diambil 6 Agustus yang lalu, di serambi Masjid Agung Marabahan yang saya lupa nama aslinya. Tapi posturnya betulan agungbesar, megah. Setengah tahun terlewati setengah sadar. Situasinya masih terasa sureal. Saya seperti sedang diujicobakan di kehidupan yang lain secara temporal.

Hampir setiap malam langit begitu bersih sehingga serakan bintang tersebar rapi bila tak ada awan. Semua orang yang saya temui setelah bangun tidur setiap harinya masih menjadi orang asing, yang tegur dan sapa di dalamnya hanya berfungsi sebagai jembatan penghubung lalu lintas formalitas. Kalimantan terasa jauh sekali, padahal siapa saja akan bilang ini masih di Kalimantan. Tapi siapa saja tak banyak tahu sejauh apa yang saya maksud, yang saya sendiri juga tak sepenuhnya paham.

Tapi sejauh ini, dunia abstrak ini begitu menyenangkan. Berulangkali menyeberangi sungai besar dengan perahu selama bermenit-menit, dengan orang-orang yang sibuk bicara dan sepeda motor yang diparkir di galangan. Membelah jalan tanah merah di antara ribuan hektar hutan kelapa sawit, yang bila gerimis saja, celana akan menjadi ombre kemerahan. Berkendara satu jam lebih untuk bisa menonton film di bioskop. Memakan makanan yang dibuat dari air sungai. Wudhu langsung dari air sungai. Dan lain-lain.

Selamat datang di hidup saya, o Kalimantan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.